Kementerian Kelautan dan Perikanan didesak cabut PKKPRL di Pulau Pari. Foto: ist
KOSADATA — Koalisi Selamatkan Pulau Pari yang terdiri dari Kiara, LBH Jakarta, Walhi Jakarta, dan Forum Peduli Pulau Pari (FP3), mendesak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk segera mencabut Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) terkait pengembangan wisata di Pulau Pari, Kepulauan Seribu.
Mereka menilai proyek pembangunan cottage apung PT. CPS berpotensi merusak ekosistem laut serta mengancam ruang hidup warga Pulau Pari.
Direktur Eksekutif Walhi Jakarta, Suci Fitria, menyampaikan bahwa temuan mereka mengindikasikan adanya pelanggaran dalam penerbitan PKKPRL.
"Kami menemukan dugaan maladministrasi dalam proses penerbitan PKKPRL oleh KKP, karena tidak ada partisipasi atau pemberitahuan kepada masyarakat tentang rencana pembangunan ini," ujar Suci dalam keterangannya, Minggu (19/1/2025).
Menurutnya, hal ini bertentangan dengan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang mengharuskan keterbukaan dalam pelayanan publik dan perlindungan hak asasi manusia.
Koalisi juga mencatat adanya potensi kerusakan ekosistem laut yang dapat ditimbulkan oleh proyek tersebut, seperti kerusakan pada padang lamun, terumbu karang, dan mangrove yang berfungsi sebagai pelindung alami dari abrasi.
"Kerusakan ini bertentangan dengan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta Pasal 69 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup," tambah Suci.
Selain itu, koalisi juga menyoroti dugaan keterlibatan TNI dalam pengamanan proyek tersebut, termasuk perintah pengerukan pasir dan pencabutan mangrove yang diduga dilakukan oleh anggota TNI AD Kodim.
"Tindakan ini bertentangan dengan profesionalisme TNI yang seharusnya tidak terlibat dalam urusan bisnis dan menjaga hak asasi manusia, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia," ungkapnya.
Sebagai respons, warga Pulau Pari dan koalisi mengajukan beberapa tuntutan kepada pemerintah, antara lain:
Mencabut PKKPRL dan menghentikan pembangunan cottage apung PT. CPS yang berpotensi merusak ekosistem laut dan mengancam kehidupan warga Pulau Pari.
Panglima TNI diminta memeriksa dugaan pelanggaran indisipliner oleh anggota TNI AD Kodim terkait pengerukan pasir dan pencabutan mangrove di Pulau Pari.
Ombudsman diminta melakukan pemeriksaan maladministrasi dalam penerbitan PKKPRL oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Komnas HAM diminta untuk memantau kemungkinan kekerasan terhadap warga yang menolak proyek cottage apung dan dermaga wisata tersebut.
Pembangunan proyek wisata di Pulau Pari yang melibatkan PT. CPS menjadi isu hangat di kalangan masyarakat lokal dan aktivis lingkungan. Dengan keindahan alam yang kaya akan keanekaragaman hayati, Pulau Pari merupakan salah satu destinasi wisata yang cukup populer di Kepulauan Seribu, namun proyek ini diyakini dapat merusak ekosistem laut dan memperburuk kehidupan sosial ekonomi warga setempat.
Koalisi ini berharap pemerintah akan mendengarkan suara warga Pulau Pari dan melindungi keberlanjutan lingkungan hidup serta hak-hak masyarakat yang terancam akibat proyek tersebut.***
Rekrutmen PPSU di Jakarta Dibuka Hari Ini, Cek Syarat dan Tahapannya
MEGAPOLITAN Jun 23, 2025Oseng-oseng Madun, Warung Betawi Sederhana, Terkenal se-Jagat Maya
KULINER Feb 25, 2023Lirik Sholawat Waqtu Sahar, Lengkap dengan Terjemahan
SISI LAIN Jan 29, 2024Filosofi Iket Sunda yang Penuh Makna
SENI BUDAYA Mar 03, 2024Melepas Penat di Situ Ciranca Majalengka, Sejuknya Kemurnian Air Pegunungan
DESTINASI Apr 04, 2025
Comments 0