Nelayan menghadang excavator (beko) yang mengeruk pasir laut di perairan dangkal Gugusan Pulau Pari. Foto: ist
KOSADATA — Warga Pulau Pari, terutama nelayan, kembali melakukan aksi penolakan terhadap aktivitas pengerukan pasir laut yang dilakukan oleh excavator (beko) di perairan dangkal Gugusan Pulau Pari. Pengerukan pasir tersebut merupakan bagian dari rencana pengembangan fasilitas pariwisata oleh pihak swasta, yang menurut warga dapat merusak ekosistem laut setempat.
Sejak siang hingga sore pada 17 Januari, aktivitas excavator yang ditolak oleh warga sempat berlangsung, namun segera dihentikan setelah sejumlah nelayan dan warga setempat turun ke lokasi untuk meminta penghentian aktivitas tersebut. Aksi penghentian ini mengingatkan pada peristiwa yang sama pada 1 November 2024, ketika warga juga menghadang masuknya excavator ke wilayah tersebut.
Ketua Forum Peduli Pulau Pari (FP3), Mustaghfirin, menegaskan bahwa pembangunan cottage apung dan dermaga wisata di wilayah Gugusan Lempeng sangat berisiko merusak lingkungan, khususnya terumbu karang, padang lamun, dan mangrove.
"Kami sudah lama menjaga kawasan ini dengan penanaman dan budidaya mangrove secara kolektif tanpa bantuan pemerintah. Ini adalah bentuk pengelolaan lingkungan yang kami lakukan secara mandiri sebagai wujud penguasaan terhadap ruang hidup kami," ujar Mustaghfirin dalam keterangannya, Minggu (19/1/2024).
Selain kerusakan ekosistem, warga juga khawatir bahwa proyek ini dapat membatasi aktivitas nelayan yang selama ini menggantungkan hidupnya di laut. Mereka mengkhawatirkan pembatasan atau larangan melaut yang terjadi di pulau-pulau lain seperti Pulau Biawak atau Pulau Kongsi akan terjadi juga di Pulau Pari.
"Kami tidak ingin nasib kami seperti nelayan di Pulau Biawak atau Pulau Kongsi yang kini terhalang oleh proyek pembangunan. Laut adalah hidup kami," tambah Mustaghfirin.
Sulaiman, Ketua RW 04 Pulau Pari, menambahkan bahwa banyak warga yang belum mengetahui adanya Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) yang telah diterbitkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terkait proyek ini.
"Hingga saat ini, masih banyak warga yang belum diberitahu mengenai izin tersebut. Kami menolak seluruh aktivitas pembangunan yang tidak sesuai dengan kebutuhan kami dan berpotensi merusak ekosistem kelautan dan perikanan yang ada di gugusan Pulau Pari," tegas Sulaiman.
Aksi penolakan ini mencerminkan keprihatinan warga yang merasa bahwa proyek pembangunan pariwisata dapat menggusur hak mereka atas ruang hidup yang telah mereka kelola dengan baik selama ini. Mereka berharap agar pemerintah dan pihak swasta lebih memperhatikan keberlanjutan ekosistem dan kesejahteraan masyarakat lokal sebelum melanjutkan proyek pembangunan di wilayah tersebut.***
Rekrutmen PPSU di Jakarta Dibuka Hari Ini, Cek Syarat dan Tahapannya
MEGAPOLITAN Jun 23, 2025Oseng-oseng Madun, Warung Betawi Sederhana, Terkenal se-Jagat Maya
KULINER Feb 25, 2023Lirik Sholawat Waqtu Sahar, Lengkap dengan Terjemahan
SISI LAIN Jan 29, 2024Filosofi Iket Sunda yang Penuh Makna
SENI BUDAYA Mar 03, 2024Melepas Penat di Situ Ciranca Majalengka, Sejuknya Kemurnian Air Pegunungan
DESTINASI Apr 04, 2025
Comments 0