Aduan Dumas Diabaikan, Keluarga Brigpol Fathurrahman Desak Peninjauan Kembali

Abdillah Balfast
May 19, 2025

Persidangan Brigpol Fathurrahman

KOSADATA - Sudah hampir satu tahun keluarga Brigpol Fathurrahman memperjuangkan keadilan. Di tengah ketidakjelasan proses hukum dan bayang-bayang dugaan rekayasa kasus, muncul pertanyaan besar: apakah benar keadilan dapat ditegakkan jika aparat penegak hukum sendiri yang diduga melanggarnya?

Kasus Brigpol Fathurrahman terus menjadi sorotan setelah munculnya dugaan keterlibatan oknum aparat kepolisian dalam peredaran gelap narkotika serta dugaan menjebak anggota kepolisian sendiri. 

Di balik keputusan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) terhadap Brigpol Fathurrahman, tersimpan serangkaian fakta yang kini mulai dibuka kembali ke publik.

Langkah Hukum dan Dumas yang Belum Direspons

Kuasa hukum Brigpol Fathurrahman, Rusdi Agus Susanto, SH, menyampaikan bahwa keluarga Brigpol Fathurrahman telah mengajukan pengaduan masyarakat (Dumas) kepada Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) sudah hampir satu tahun lalu. 

Dumas tersebut tidak hanya meminta peninjauan atas putusan PTDH, tetapi juga memuat permintaan penyelidikan terhadap dua anggota Polri, Kompol AS dan Brigpol TW, yang diduga terlibat dalam jaringan peredaran narkoba serta dugaan upaya menjebak Fathurrahman.

Tim Paminal Polda Kalteng sebenarnya sudah menerima bukti awal, termasuk percakapan WhatsApp yang diduga antara Kompol ARS, Brigpol TG, dan seorang bandar narkoba.

"Sayangnya, meskipun telah dilakukan pemeriksaan melalui Berita Acara Interogasi (BAI) baik terhadap Brigpol Fathurrahman maupun keluarga, namun tidak ada tindak lanjut berarti dari Polda Kalimantan Tengah," kata Rusdi Agus Susanto dalam keterangannya, Minggu (18/5/2025).

Kompolnas pun disebut masih menunggu tanggapan resmi dari pihak kepolisian daerah. Selain itu 3 orang lain yang diduga terlibat sampai hari ini tidak jelas proses hukumnya oleh Subdit 3 Polda Kalteng, yakni HJP, JS, dan RDM.

Laporan Keluarga dan Langkah Pemeriksaan di Propam Mabes Polri

Desakan terhadap keadilan tidak hanya datang dari kuasa hukum. Pada 3 September 2024, keluarga Brigpol Fathurrahman melaporkan dugaan keterlibatan oknum Ditresnarkoba Polda Kalteng Subdit 3 ke Propam Mabes Polri. 

Mereka juga menyampaikan keberatan terhadap proses penyidikan yang dilakukan terhadap Fathurrahman dan menyerahkan data pendukung kepada AKP Marbun di Propam.

Laporan ini disusul oleh Surat Pemberitahuan Perkembangan Penanganan Dumas (SP3D) yang diberikan kepada keluarga pada 24 September 2024 oleh Divisi Pengamanan Polri. Sejumlah langkah lanjutan mulai dilakukan, termasuk pemeriksaan saksi-saksi dan tim penangkap oleh Tim Paminal Mabes Polri.

Beberapa nama yang diperiksa antara lain:

1. Hendra Jaya Pratama (Rutan Klas IIA Palangka Raya)

2. Rudiman (LP Klas IIA Palangka Raya)

3. Brigpol Fathurrahman (Rutan Klas IIA Palangka Raya)

4. Laipai Surbekti alias Bobi (Rutan Pontianak, Kalbar)

Tak hanya saksi, tim dari Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Kalteng yang menangkap Fathurrahman juga dijadwalkan untuk diperiksa. Namun, dua anggotanya, Brigpol TW dan Brigpol AW, justru melarikan diri dan menghindari pemeriksaan selama hampir lima hari.

"Setelah akhirnya menyerahkan diri, keduanya menjalani tes urine dan dinyatakan positif. Dalam perkembangan selanjutnya, pimpinan Ditresnarkoba Polda Kalteng menyerahkan mereka ke Propam Mabes Polri untuk dimintai keterangan," bebernya.

Rusdi menekankan pentingnya akuntabilitas dalam penanganan kasus ini. Ia menyebut bahwa Tim Irwasum Polri telah memberikan respons cepat terhadap laporan keluarga, yang menunjukkan komitmen positif. Namun, belum ada kejelasan hasil dari pemeriksaan Propam Mabes Polri hingga kini.

Bagi keluarga Brigpol Fathurrahman, perjuangan ini bukan hanya soal nama baik, tetapi tentang hak asasi dan kepastian hukum. “Kasus ini sudah terlalu lama mengambang. Keadilan untuk Fathurrahman tidak boleh dikorbankan hanya karena ada oknum yang bermain di balik institusi. Kami berharap Kapolri dan Kompolnas segera mengambil langkah konkret,” ujar Rusdi menutup keterangannya.

Kasus ini menjadi cermin bagaimana proses keadilan bisa tersendat di tengah kekuasaan dan konflik kepentingan. Namun selama masih ada suara yang terus menuntut transparansi dan akuntabilitas, harapan untuk keadilan sejati belum benar-benar padam. (***)

Related Post

Post a Comment

Comments 0