Belanja Pagi Sambil Bakar Kalori: Gaya Hidup Baru Warga Tasikmalaya di Dadaha

Ida Farida
Jun 08, 2025

Sejumlah pengunjung di kawasan Dadaha aktif berolahraga. Foto: kosadata

KOSADATA — Minggu pagi di kawasan Dadaha selalu punya cerita. Dari kejauhan, barisan pohon trembesi dan mahoni tampak menjulang seperti kanopi raksasa, meneduhi lapisan tanah basah yang ditumbuhi lumut dan serpih daun kering. 

 

Cahaya matahari menyelinap malu-malu lewat sela-sela dedaunan yang bergoyang pelan. Sementara itu, jalan yang melingkari stadion sepakbola Dadaha mulai ramai dilewati langkah kaki—beberapa bergerak cepat, sisanya santai sambil menenteng kantong belanja.

 

Di sanalah Nisa Afifah (32), warga Rancageneng, Tasikmalaya, terlihat berjalan pelan bersama suaminya. Ia mengenakan hoodie hitam dan celana krem, tangannya sibuk menggenggam plastik berisi jajanan dan gorengan hangat. 

 

“Sudah rutin datang ke sini. Karena di tempat ini, kita bisa olahraga pagi ya sekalian belanja. Lebih efisien, hemat waktu,” ujarnya sambil tersenyum, di lokasi, Minggu, 8 Juni 2025.

 

Lapangan rumput kecil di sisi kiri ramai dengan ibu-ibu yang sedang senam aerobik, mengenakan pakaian olahraga cerah, semangat meneriakkan hitungan. Di sisi kanan, lapak-lapak tenda berwarna hijau dan merah berjajar rapat, menawarkan aneka dagangan: sayuran segar, jajanan pasar, kerajinan tangan, sampai lukisan cat air. 

 

Kursi plastik merah tertata seadanya untuk pembeli yang ingin duduk sejenak, menyeruput kopi atau makan batagor hangat. Ada juga anak muda berseliweran dengan es boba di tangan, berbincang sambil lalu melihat-lihat kaos kekinian ala distro generasi z.

 

“Awalnya saya pikir cuma tempat olahraga. Tapi ternyata ini udah jadi semacam pasar sekaligus tempat rekreasi. Anak saya juga senang diajak ke sini," katanya.

 

Fenomena ini mencerminkan gaya hidup baru warga urban Tasikmalaya yang makin sadar akan pentingnya kesehatan dan efisiensi waktu. Kawasan Dadaha tak lagi sekadar ruang olahraga, tapi telah menjelma ruang sosial. 

 

Di bawah rindangnya pepohonan, orang-orang membakar kalori sambil menyambung silaturahmi dan menggerakkan ekonomi kecil.

 

Tak jauh dari lapak, deretan karya seni dan bingkai foto dipajang menempel pagar besi. Beberapa anak muda berhenti, memotret dengan ponsel mereka. Sementara itu, suara penjual tahu sumedang bersahutan dengan teriakan anak-anak yang bermain lompat tali di halaman kecil. Hiruk-pikuknya tidak bising, justru hangat—seperti pagi yang dirayakan bersama.

 

“Ada kepuasan sendiri,” kata Nisa sambil mengunyah potongan pepaya segar. “Badan gerak, hati senang, dapur aman.” Ia lalu melirik jam tangannya. “Masih jam delapan, tapi belanjaan udah lengkap. Sekarang tinggal ajak anak main sebentar sebelum pulang.”

 

Di Dadaha, hari Minggu bukan cuma tentang olahraga. Tapi juga tentang hidup yang dijalani pelan-pelan—di bawah bayang pepohonan tua dan di tengah hiruk suasana yang bersahabat.***

Post a Comment

Comments 0