Senator Asal Jakarta Ungkap Carut-marut Layanan Haji di Tanah Suci: Lakukan Audit Menyeluruh

Ida Farida
May 31, 2025

Wakil Ketua I Komite III DPD RI, Prof. Dailami Firdaus ungkap sederet persoalan serius yang dialami jemaah haji asal Indonesia. Foto: ist

KOSADATA — Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia mengungkap sederet persoalan serius yang dialami jemaah haji asal Indonesia selama pelaksanaan ibadah haji 1446 H/2025 M di Arab Saudi. 

 

Temuan ini diperoleh usai delegasi Komite III DPD RI melakukan pemantauan langsung di lokasi, dipimpin oleh Wakil Ketua I Komite III DPD RI, Prof. Dailami Firdaus.

 

Sebagai bagian dari fungsi pengawasan atas implementasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, pemantauan tersebut menemukan sejumlah kendala krusial, khususnya terkait pelayanan oleh syarikah atau perusahaan penyedia jasa di Arab Saudi yang menjadi mitra dalam penyelenggaraan haji.

 

“Kami mencatat beberapa persoalan lapangan yang langsung dirasakan oleh jemaah dan perlu ditindaklanjuti segera. Ini menyangkut prinsip pelayanan yang adil, layak, dan manusiawi,” ujar Prof. Dailami melalui keterangan tertulis, Sabtu, 31 Mei 2025.

 

Setidaknya terdapat tiga persoalan utama yang ditemukan Komite III DPD RI. Pertama, terpisahnya akomodasi antara pasangan suami istri maupun lansia dengan pendampingnya akibat pembagian layanan berdasarkan syarikah yang berbeda. 

 

Kondisi ini menambah beban psikologis, terutama bagi jemaah lansia yang memerlukan pendampingan khusus.

 

Kedua, terjadi keterlambatan distribusi kartu Nusuk — dokumen wajib untuk akses ke wilayah Madinah dan Mekkah.

 

Akibat perbedaan manajemen antar syarikah, banyak jemaah belum menerima kartu tepat waktu, sehingga tertahan atau bahkan ditolak masuk ke kota suci meskipun telah tiba sesuai jadwal.

 

Ketiga, absennya muthowif atau pemandu ibadah di sejumlah kelompok jemaah. Beberapa syarikah disebut tidak menyediakan pemandu dalam prosesi ibadah umrah maupun haji, menyebabkan kebingungan di kalangan jemaah, terutama yang belum memahami detail tahapan ibadah dan kondisi medan di Tanah Suci.

 

Menanggapi pernyataan Kementerian Agama RI yang menyebut penunjukan delapan syarikah bertujuan mencegah monopoli layanan, Prof. Dailami menilai bahwa prinsip pemerataan mesti dibarengi standarisasi mutu layanan dan pengawasan ketat.

 

“Penunjukan banyak syarikah sah-sah saja, sepanjang tidak mengorbankan kualitas pelayanan. Kita perlu transparansi dalam pelaksanaan kontrak, mekanisme evaluasi, hingga sanksi atas pelanggaran. Niatnya sudah baik, tapi implementasi di lapangan masih bermasalah,” tegas Dailami.

 

Komite III DPD RI mendesak Kementerian Agama RI untuk memperketat koordinasi dan pengawasan terhadap seluruh penyelenggara layanan di Arab Saudi. Selain itu, audit menyeluruh pasca musim haji dinilai penting guna mencegah berulangnya persoalan serupa di tahun-tahun mendatang.

 

“Negara wajib hadir secara penuh untuk melindungi jemaah. Kita tidak boleh membiarkan warga negara berjuang sendiri dalam ibadahnya. Ini amanat konstitusi dan kemanusiaan,” pungkas Prof. Dailami.***

Related Post

Post a Comment

Comments 0