Viral! Karangan Bunga: Suara Protes Korban Perundungan Kebijakan Menteri Kesehatan RI

Abdillah Balfast
Oct 25, 2024

Karangan bungan korban perundungan kebijakan Kemeskes

KOSADATA – Pelantikan Presiden Prabowo Subiyanto membawa harapan baru bagi rakyat Indonesia. Dalam pidato kenegaraannya, Presiden Prabowo menekankan pentingnya integritas dan etika dalam pemerintahan, menegaskan bahwa setiap pejabat, terutama di posisi tertinggi, harus menjadi teladan dalam menjaga kebersihan dan transparansi.

Pekerjaan rumah pertama bagi Kabinet Merah Putih adalah menangani kasus pemecatan massal anggota Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI) oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Kasus ini harus menjadi prioritas dalam merealisasikan janji yang tertuang dalam Asta Cita untuk memperkuat Sistem Kesehatan Nasional.

Namun, pemecatan massal tersebut justru menimbulkan persoalan serius terkait Hak Asasi Manusia. Anggota KTKI, yang terdiri dari berbagai latar belakang, diberhentikan secara sepihak tanpa proses yang transparan. Keputusan ini merujuk pada Keputusan Presiden (Keppres) 69/M/2024, yang tidak mempertimbangkan Keppres 31/M Tahun 2022 yang menyebutkan masa jabatan selama lima tahun bagi anggota KTKI. Dampak pemecatan ini sangat dirasakan oleh perempuan anggota KTKI yang menjadi tulang punggung keluarga.

Salah satu korban, Tri Moedji, yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Instalasi Rekam Medis di UPT Kementerian Kesehatan di Banten, kini terpaksa beralih profesi menjadi driver taksi online demi memenuhi kebutuhan hidup. Sebagai single parent, Tri harus menafkahi dirinya dan kakaknya yang menderita komplikasi kesehatan.

Nasib serupa dialami oleh Akhsin Munawar dan Acep Effendi, yang memilih pensiun dini dengan harapan masa jabatan lima tahun. Setelah pemecatan mendadak, mereka kini menghadapi ketidakpastian dalam memenuhi kewajiban cicilan rumah yang telah diajukan berdasarkan Keppres tersebut.

Acep Effendi menyoroti bahwa kebijakan Menkes yang awalnya bertujuan melindungi tenaga kesehatan malah berbalik, menjadikan KTKI sebagai korban. Ia mengkritik respons arogansi pejabat Kemenkes yang menganggap pemecatan ini sebagai "risiko jabatan," padahal anggota KTKI diangkat secara sah dan memiliki hak jelas selama masa jabatan mereka.

"Saya PNS Dinkes IV/C dari NTT, mendapatkan rekomendasi atasan untuk pensiun dini. Saya memilih menjadi Anggota KTKI karena kebanggaan sebagai putra daerah. Namun, sebelum lima tahun, kami semua di PHK massal," ungkap Acep, mempertanyakan siapa yang akan membayar cicilan rumahnya.

Chandi Lobing, anggota KTKI dari Bau-Bau, Sulawesi Tenggara, juga menyoroti kurangnya mitigasi dari Kementerian Kesehatan dalam menangani pemecatan massal, dibandingkan dengan praktik korporasi yang lebih baik.

Para anggota KTKI berharap Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran Rakabumingraka dapat merealisasikan janji Merah Putih. Dalam komitmen tersebut, disebutkan bahwa negara harus menjamin penegakan hukum yang profesional dan transparan.

Rachma Fitriati, anggota KTKI dan dosen FIA UI, meminta Presiden memberikan perhatian dan solusi untuk menyelesaikan masalah ini serta menjaga marwah Lembaga Non-Struktural (LNS) yang seharusnya independen dari campur tangan pemerintah. Mereka menuntut agar pemerintah mengembalikan keadilan dan melindungi hak-hak mereka sebagai pejabat negara yang telah menjalankan tugas dengan penuh tanggung jawab.

Menkes juga diharapkan mempertimbangkan dampak kebijakan ini terhadap masyarakat, karena terganggunya layanan publik. Banyak keluhan dari tenaga kesehatan yang tidak dapat mengurus STR (Surat Tanda Registrasi) akibat pelayanan yang terhenti, menghambat mereka untuk melamar pekerjaan. (***)

Related Post

Post a Comment

Comments 0