Pemprov DKI Jakarta akan melanjutkan normalisasi sungai Ciliwung. Foto: ist
KOSADATA — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diminta mengubah pendekatan dalam melanjutkan proyek normalisasi Sungai Ciliwung yang telah lama mandek. Pengamat Kebijakan Publik, Sugiyanto Emik menilai, keterlibatan aktif tokoh masyarakat, organisasi sipil, hingga kalangan akademisi mutlak diperlukan untuk menumbuhkan kepercayaan publik sekaligus memastikan proses berjalan secara inklusif dan manusiawi.
“Normalisasi bukan hanya perkara teknis mengatur aliran air. Ini soal ruang hidup masyarakat. Maka pendekatannya pun harus manusiawi, bukan sekadar menggusur,” ujar Sugiyanto, Kamis, 17 April 2025.
Proyek normalisasi Ciliwung yang dirancang untuk menanggulangi banjir di kawasan padat seperti Kampung Melayu dan Bukit Duri hingga kini belum rampung. Dari total rencana sepanjang 33,69 kilometer, baru 17,17 kilometer yang sudah dibangun tanggul. Sisanya masih terkendala pembebasan lahan—sekitar 12 hingga 13 hektare, mencakup lebih dari 600 bidang tanah. Wilayah Cawang tercatat sebagai lokasi terbanyak yang belum dibebaskan, yakni 411 bidang tanah dengan luas hampir 59 ribu meter persegi.
Sugiyanto mengingatkan pentingnya keterbukaan informasi dan pendekatan sosial dalam program ini. Menurut dia, relokasi memang kerap menjadi langkah yang tidak populer, tetapi bisa diterima masyarakat jika dilaksanakan dengan adil dan partisipatif.
“Rumah di bantaran sungai itu bukan sekadar tempat tinggal. Di situ ada kehidupan, ada sejarah keluarga. Pemerintah tak bisa datang lalu menggusur tanpa bicara. Butuh keberanian dan kebijakan yang bijak dari Gubernur Pramono Anung,” tuturnya.
Normalisasi Ciliwung mulai muncul usai banjir besar Jakarta pada 2012, lalu dijalankan di era Gubernur Joko Widodo dan wakilnya, Basuki Tjahaja Purnama. Hingga akhir masa kepemimpinan Ahok, proyek sempat mencapai 16 kilometer. Namun, di era Anies Baswedan, proyek tersendat. Pendekatan normalisasi diganti menjadi naturalisasi dan program Gerebek Lumpur. Saat itu, penolakan warga terhadap relokasi makin menguat, dan anggaran pembebasan lahan Rp 1 triliun yang telah disiapkan Pemprov pun harus dikembalikan karena tak terserap.
Sugiyanto menilai, proyek ini harus diletakkan dalam kerangka pembangunan sosial yang berkeadilan. Hunian pengganti harus menjamin kualitas hidup setara atau lebih baik, terhubung dengan pusat ekonomi, dan menyediakan fasilitas sosial memadai.
“Kalau relokasi itu mutlak, lakukanlah secara manusiawi. Libatkan warga dari awal, beri kejelasan hukum, pastikan hunian layak. Dengan begitu, penolakan bisa ditekan, dan proyek tak hanya jadi simbol, tapi solusi,” ucapnya.
Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung kini menghadapi tantangan untuk kembali menggerakkan proyek ini. Diperlukan komitmen politik yang kuat untuk menjalankan kebijakan yang mungkin tak populer di permukaan, tapi krusial demi kebaikan jangka panjang ibu kota.
“Jakarta tak bisa terus menunda. Jika ingin Ciliwung tertata dan bebas dari banjir, maka normalisasi harus dilanjutkan. Tapi jangan mengulangi kesalahan masa lalu. Ini bukan soal menggusur, tapi membangun kembali dengan hati dan akal sehat,” kata Sugiyanto.***
Oseng-oseng Madun, Warung Betawi Sederhana, Terkenal se-Jagat Maya
KULINER Feb 25, 2023Tanpa Libatkan Demokrat dan PKS, Nasdem Tetapkan Cak Imin Jadi Cawapres Anies
POLITIK Aug 31, 2023Sekjen PDIP Kembali Sindir PAN soal Isyarat Dukung Ganjar-Erick
POLITIK Mar 03, 2023Berjiwa Besar, AHY Ucapkan Selamat untuk Anies-Cak Imin
POLITIK Sep 04, 2023
Comments 0