Sekolah Rakyat, Kecerdasan Prabowo Memanfaatkan Kondisi Sosial

Ida Farida
Jul 15, 2025

Sekolah Rakyat gagasan Presiden Prabowo Subianto mulai dijalankan. Foto: ist

Oleh: Agung Nugroho

Pengamat Sosial Politik, Jakarta Institut.

 

Presiden terpilih 2024, Prabowo Subianto, kembali menyita perhatian publik lewat gagasannya membangun Sekolah Rakyat — sebuah program pendidikan gratis yang diklaim bergizi dan bermutu tinggi. Dalam lanskap pendidikan yang kian mahal dan tak ramah bagi kelompok marginal, narasi ini langsung mendapat respons emosional dari masyarakat.

 

Namun jika ditelusuri lebih jauh, Sekolah Rakyat bukan sekadar program pendidikan. Ia adalah simbol politik yang dirancang dengan kecermatan tinggi, berfungsi memperkuat legitimasi kekuasaan pasca-pemilu. Di tengah minimnya oposisi dan kekhawatiran akan arah demokrasi, Prabowo menawarkan sesuatu yang konkret namun sarat makna simbolik: negara hadir, untuk rakyat kecil.

 

Populisme sebagai Strategi

 

Dalam teori populisme Ernesto Laclau dan Chantal Mouffe, populisme bukan sekadar gaya politik retoris, melainkan cara membangun artikulasi antara rakyat dan elite dalam satu antagonisme politik. Dalam konteks ini, Sekolah Rakyat memainkan peran penting: ia menjadi medan simbolik yang membelah elite (yang dianggap gagal menyelesaikan ketimpangan pendidikan) dan rakyat kecil (yang selama ini hanya menjadi konsumen kebijakan).

 

Alih-alih bicara soal kurikulum prototipe atau peringkat PISA, Prabowo berbicara tentang hal yang membumi: akses, gizi, dan keberpihakan. Inilah kekuatan strategi populis: sederhana, emosional, dan mudah dicerna publik.

 

Kapital Simbolik di Era Politik Citra

 

Sosiolog Pierre Bourdieu menjelaskan bagaimana kapital simbolik — yaitu pengakuan, kepercayaan sosial, dan citra — menjadi instrumen dominan dalam mempertahankan kekuasaan. Sekolah Rakyat menjadi alat akumulasi simbolik yang memperkuat posisi Prabowo sebagai pemimpin yang hadir, merakyat, dan solutif.

 

Kecerdasan politik Prabowo bukan hanya terletak pada apa yang ditawarkan, tapi bagaimana ia mengemasnya sebagai citra politik yang


1 2

Related Post

Post a Comment

Comments 0