Reformasi Tata Kelola Pertamina, Komisi VI DPR Dorong Transparansi dan Pengawasan Ketat

Abdillah Balfast
Feb 27, 2025

Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKB, Rivqy Abdul Halim

KOSADATA – Langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam mengungkap dugaan skandal korupsi tata kelola minyak mentah di tubuh Pertamina mendapat apresiasi luas. Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKB, Rivqy Abdul Halim, menilai kasus ini harus menjadi momentum bagi Pertamina untuk melakukan reformasi menyeluruh setelah bergabung dalam super holding Danantara.

“Kami mengapresiasi Kejagung yang berhasil membongkar praktik korupsi berskala besar yang berlangsung secara sistematis dalam beberapa tahun terakhir. Ini harus menjadi momentum bagi Pertamina untuk berbenah, mengingat posisinya sebagai aset strategis dalam pengelolaan energi nasional,” ujar Rivqy Abdul Halim, Rabu (26/2/2025).

Gus Rivqy, sapaan akrabnya, menyoroti bahwa kasus ini terjadi akibat lemahnya pengawasan serta budaya koruptif yang mengakar. Ia menegaskan perlunya sistem pengawasan ketat untuk mencegah terulangnya praktik serupa di masa mendatang. “Dugaan korupsi ini kemungkinan telah berlangsung sejak 2018 hingga 2023, yang menunjukkan adanya kelalaian dalam pengawasan,” katanya.

Komisi VI DPR RI berencana memanggil PT Pertamina (Persero) dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk meminta penjelasan terkait kasus ini. Rivqy menekankan bahwa perlu ada langkah konkret dalam pembenahan tata kelola agar Pertamina bisa menjadi perusahaan unggul yang profesional dan transparan. “Harus ada perbaikan sistem agar kasus serupa tidak terulang, mengingat peran strategis Pertamina dalam pengelolaan energi nasional,” tegasnya.

Ia juga menyoroti pentingnya penanganan cepat terhadap kasus ini agar tidak berdampak negatif pada kinerja Pertamina dan pendapatan negara. Transparansi dalam operasional perusahaan serta pengawasan ketat dari hulu hingga hilir menjadi kunci untuk mencegah manipulasi data dan praktik korupsi di masa depan.

“Kasus ini berdampak besar, baik terhadap kepercayaan publik maupun kondisi finansial negara. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah konkret untuk memulihkan integritas Pertamina dan memastikan tata kelola yang lebih baik ke depan,” tambahnya.

Selain itu, Gus Rivqy meminta agar ada klarifikasi resmi dari Pertamina terkait isu perbedaan kadar RON antara Pertalite dan Pertamax yang beredar di masyarakat. “Publik merasa tertipu setelah muncul informasi bahwa Pertamax yang mereka beli ternyata hanya memiliki RON 90, setara dengan Pertalite. Ini harus segera diluruskan dengan bukti valid agar kepercayaan masyarakat terhadap SPBU Pertamina tetap terjaga,” katanya.

 

Sebagai informasi, Kejaksaan Agung telah menetapkan 11 tersangka dalam kasus ini, terdiri dari tujuh pejabat Pertamina dan empat pihak swasta. Di antara para tersangka dari pihak penyelenggara negara adalah Riva Siahaan (Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga), Sani Dinar Saifuddin (Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional), Yoki Firnandi (Direktur Utama PT Pertamina International Shipping), dan Agus Purwono (VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional).

Sementara itu, tersangka dari pihak swasta termasuk Muhammad Kerry Andrianto Riza (beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa), Dimas Wehaspati (Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim), serta Gading Ramadhan Joedo (Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak). Semua tersangka telah ditahan selama 20 hari untuk kepentingan penyidikan. (***)

Related Post

Post a Comment

Comments 0